Bahaya Rokok Elektronik, Racun Berbalut Teknologi.

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan, baik untuk perokok aktif itu sendiri maupun perokok pasif di lingkungan sekitarnya. Saat ini, timbul fenomena baru di masyarakat Indonesia, yaitu penggunaan rokok elektronik. Beberapa pihak menganggap penggunaan rokok elektronik dapat membantu mengurangi ketergantungan akan rokok konvensional dan sebagai alat untuk menghentikan kebiasaan merokok. Namun, bagaimanakah yang sebenarnya?

Perilaku merokok merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia. Badan kesehatan dunia WHO, merilis bahwa dampak buruk yang diakibatkan oleh perilaku ini membunuh sekitar 6 juta orang per tahun, dimana lebih dari 5 juta dari korban tersebut adalah perokok aktif, mantan perokok dan pengguna “smokeless tobacco” (jenis tembakau hisap tanpa proses pembakaran). Ironisnya, lebih dari 600 ribu korban merupakan perokok pasif atau orang yang berada di sekitar perokok dan turut menghirup asap/uap rokok secara tidak langsung.

Kebiasaan merokok menyebabkan kerugian kesehatan hampir di setiap organ tubuh manusia dan menimbulkan banyak penyakit, mulai kepala sampai kaki, mulai kanker sampai gangguan janin. Tercatat setidaknya 30 penyakit pada tubuh manusia diakibatkan oleh perilaku merokok, yang tentu akan berdampak pada pelemahan ketahanan fisik dan tingkat produktivitas.

Salah satu jenis rokok yang tengah menjadi fenomena baru di tengah masyarakat Indonesia adalah rokok elektronik. Sebagai perangkat baru, kehadiran rokok elektronik tentu saja memancing rasa penasaran dan rasa ingin tahu lebih jauh. Banyak kalangan muda dan bahkan anak-anak yang mencoba-coba menggunakan rokok jenis ini. Begitu juga di kalangan perokok, banyak yang mencoba beralih ke rokok elektronik karena dianggap lebih aman dan lebih stylish tanpa mengurangi sensasi merokok seperti rokok konvensional. Beberapa pihak menganggap rokok elektronik merupakan inovasi kesehatan untuk membantu mengurangi ketergantungan dan sebagai alat berhenti merokok. Lalu apakah rokok elektronik itu? Bagaimana peredarannya? Apa saja kandungannya? Amankah digunakan? Benarkah sebagai alat bantu berhenti merokok? Serta, bagaimana dampak kesehatan bagi pengguna?

Sejarah Rokok Elektronik

Konon, sejak 1963 rokok elektronik sudah ada, ditemukan pertama kali oleh Herbert A Gilbert. Namun sosok yang pertama kali memproduksinya secara modern adalah Hon Lik, warga berkebangsaan Tiongkok tahun 2003 sehingga ia lebih dikenal sebagai sosok yang mengawali kehadiran rokok elektronik, selanjutnya dipatenkan tahun 2004 dan mulai menyebar ke seluruh dunia pada tahun 2006-2007 dengan berbagai merek. Seperangkat rokok elektronik merupakan alat yang berfungsi mengubah zat-zat kimia menjadi bentuk uap dan mengalirkannya ke paru dengan menggunakan tenaga listrik. WHO mengistilahkannya sebagai Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) karena menghasilkan nikotin dalam bentuk uap yang kemudian dihirup oleh pengguna. Struktur dasarnya terdiri dari 3 elemen utama yaitu baterai, pemanas logam (atomizer) dan katrid berisi cairan zat kimia. Struktur ini terus mengalami modifikasi dan modernisasi mengikuti perkembangan teknologi, hingga saat ini telah berevolusi hingga pada generasi yang ke-3 menggunakan sistem tangki dan semakin user friendly, bahkan ada yang modelnya tidak nampak seperti rokok dan terintegrasi dengan perangkat handphone. Di peredaran, rokok elektronik identik dengan istilah vape, personal vaporizer (PV), e-cigs, vapor, electrosmoke, green cig, smartcigarette, dll. Cairan isi dalam katrid diistilahkan e-juice, e-liquid. Sementara aktivitas merokok dengan menggunakan rokok elektronik diistilahkan dengan vaping.

Perkembangan Rokok Elektronik di Indonesia

Popularitas rokok elektronik saat ini memang sedang melejit, hal ini ditunjang dengan ketersediaan variasi teknologi perangkat, model, ukuran, warna, kapasitas baterai dan lain-lain. WHO menyebutkan pada tahun 2014 saja sudah beredar 466 variasi merek dengan menghabiskan aset dana yang fantastis sebesar US$ 3 miliar. Tren ini nampaknya juga telah merambah ke Indonesia, peminat rokok elektronik semakin banyak. Ini terindikasi dengan menjamurnya seller produk ini, rokok elektronik dapat dengan mudah ditemukan dan dijual bebas terutama melalui penjualan online. Berdasarkan pantauan terhadap 6 situs toko online terkemuka didapatkan rokok elektronik tersedia dengan berbagai variasi desain dan rasa. Harga yang ditawarkan pun bervariasi mulai termurah ratusan ribu hingga lima jutaan. Selain menggunakan toko online, rokok elektronik juga marak dipasarkan melalui media sosial seperti facebook, twitter, youtube. Juga di kedai vaping, toko-toko elektronik atau ditawarkan pada kegiatan tertentu seperti Car Free Day yang rata-rata peminatnya adalah kalangan muda.

Efek Merugikan

Kandungan pada cairan rokok elektronik berbeda-beda, namun pada umumnya berisi larutan terdiri dari 4 jenis campuran yaitu nikotin, propilen glikol, gliserin, air dan flavoring (perisa).

Nikotin adalah zat yang sangat adiktif yang dapat merangsang sistem saraf, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Selain itu, nikotin terbukti memiliki efek buruk pada proses reproduksi, berat badan janin dan perkembangan otak anak. Efek kronis yang berhubungan dengan paparan nikotin antara lain gangguan pada pembuluh darah, seperti penyempitan atau pengentalan darah. Kandungan kadar nikotin dalam likuid rokok elektronik bervariasi dari kadar rendah hingga kadar tinggi. Namun seringkali kadar nikotin yang tertera di label tidak sesuai dan berbeda signifikan dari kadar yang diukur sebenarnya. Beberapa studi di dunia telah membuktikan inkonsistensi kadar nikotin tersebut. Demikian pula, hasil pengujian laboratorium oleh Badan POM terhadap 7 (tujuh) merek likuid rokok elektronik yang dijual melalui kedai rokok dan secara online, ditemukan 4 (empat) merek diantaranya menunjukkan hasil kadar nikotin positif yang berbeda dengan yang tertera di label dengan simpangan deviasi sebesar 12,8% – 19,8%. Tentu saja, nikotin apabila digunakan secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama dan gradual akan terakumulasi dalam tubuh sehingga tidak dapat ditoleransi oleh tubuh dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang serius.

Propilen glikol adalah zat dalam kepulan asap buatan yang biasanya dibuat dengan “fog machine” di acara-acara panggung teatrikal, atau juga digunakan sebagai antifrezee, pelarut obat dan pengawet makanan. Zat ini jika dihirup menyebabkan iritasi pernapasan, dan secara kronis menyebabkan asma, mengi (wheezing), sesak dada, penurunan fungsi paru-paru, dan obstruksi jalan pernapasan.

Beberapa zat berbahaya lainnya yang ditemukan antara lain:

Tobacco-specific nitrosamines (TSNAs).

Diethylene glycol (DEG).

– Logam: partikel timah, perak, nikel, aluminium dan kromium di dalam uap rokok elektronik dengan ukuran sangat kecil (nano-partikel) sehingga dapat masuk jauh ke dalam saluran napas di paru.

– Karbonil: karsinogen potensial antara lain formaldehida, asetaldehida dan akrolein. Juga senyawa organik volatil (VOCs) seperti toluena dan p,m-xylene.

– Zat lainnya: kumarin, tadalafil, rimonabant, serat silika.

Rokok elektronik pada awalnya memang pernah digunakan sebagai salah satu alat bantu berhenti merokok atau terapi pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy, NRT) dengan cara mengurangi kadar nikotin rokok elektronik secara bertahap di bawah supervisi dokter. Namun pada tahun 2010, WHO tidak lagi merekomendasi penggunaannya sebagai NRT karena beberapa studi menemukan kandungan zat yang dapat menjadi racun dan karsinogen sehingga dinyatakan tidak memenuhi unsur keamanan.

Selain kandungannya yang tidak aman dan masalah inkonsistensi kadar di atas, beberapa dampak buruk rokok elektronik lain yang ditimbulkan dan disebutkan dalam literatur ilmiah sebagai berikut:

  1. Menimbulkan masalah adiksi. Hal ini karena kandungan nikotin pada bahan likuid dapat menimbulkan rasa ketagihan, selanjutnya peningkatan kadar plasma nikotin pada pengguna rokok elektronik akan menyebabkan peningkatan adrenalin dan tekanan darah, serta juga meningkatkan kadar plasma karbon monoksida dan frekuensi nadi yang dapat mengganggu kesehatan. Efek akut lain berupa penurunan kadar nitrit oksida udara ekshalasi dan peningkatan tahanan jalan napas, yang semua berakibat buruk bagi kesehatan. Di Amerika Serikat, The American Association of Poison Control Centers (AAPCC) melaporkan terjadinya peningkatan keracunan akut akibat nikotin rokok elektronik hingga mencapai jumlah 3784 laporan di tahun 2014, meningkat lebih dari 14 kali lipat dari tahun 2011.
  2. Dapat disalahgunakan dengan memasukkan bahan berbahaya ilegal seperti mariyuana, heroin dan lain-lain. Hal ini karena pengguna dapat melakukan modifikasi alat sehingga ada peluang dimasukkannya bahan berbahaya tersebut.
  3. Bahan perisa ( flavoring ) yang digunakan dapat membahayakan kesehatan. Studi menunjukkan bahwa bahan perisa mungkin saja aman kalau dimakan, tapi tidak aman kalau dihisap ke paru. Ada dua hal sehubungan bahan perisa ini. Pertama, bahan perisa sangat kid friendly sehingga menarik buat anak-anak dan remaja. Saat ini teridentifikasi lebih dari 8000 variasi jenis rasa bahan perisa. Kedua, untuk rokok elektronik nonnikotin, bahan perisa digunakan sebagai unsur yang dominan sebagai pengganti nikotin, perilaku sengaja memasukkan bahan perisa ke dalam paru tentu bukan hal yang baik bagi kesehatan karena paru kita seharusnya menghisap oksigen dari udara segar.
  4. Risiko bertambahnya perokok pemula. Studi menunjukkan bahwa seorang yang belum pernah merokok akan mulai mencoba rokok konvensional jika sebelumnya pernah menghisap rokok elektronik dengan atau tanpa nikotin. Hal ini karena produk tanpa nikotin juga dapat dianggap sebagai langkah awal bagi pemula, lalu kemudian dapat saja dimasukkan nikotin dan lama-lama kadar nikotinnya dinaikkan. Jadi, seperti sengaja “dilatih” untuk jadi perokok. Data penggunaan rokok elektronik di beberapa negara terus mengalami peningkatan signifikan beberapa tahun terakhir, terutama pada usia remaja dan pelajar/mahasiswa. Contohnya di Amerika Serikat, penggunanya bertambah tiga kali lipat hanya dalam rentang setahun yaitu antara tahun 2013 dan 2014, dari 4,5 persen menjadi 13,4 persen, atau diperkirakan mencapai dua juta siswa SMA dan 450.000 siswa SMP telah menjadi pengguna.
  5. Risiko bertambahnya perokok ganda (dual user) yaitu pengguna yang menggunakan rokok konvensional dan rokok elektronik secara bersamaan.
  6. Mantan perokok kembali merokok karena adanya klaim aman produk rokok elektronik.
  7. Me-renormalisasi perilaku merokok, maksudnya bahwa rokok elektronik dapat meningkatkan daya tarik terhadap merokok konvesional, karena berdasarkan format dan desain dapat dianggap produk rokok elektronik adalah produk imitasi dari rokok konvensional, sehingga pada akhirnya perilaku merokok konvensional dianggap perilaku yang tidak negatif dan biasa-biasa saja. Dengan demikian penggunaan rokok elektronik dapat meningkatkan penerimaan sosial dari perilaku merokok.
  8. Rokok Elektronik dapat mengganggu kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok), yang di tingkat global diistilahkan dengan Smoke-Free Areas.

Regulasi Rokok Elektronik

WHO telah menginisiasi pembahasan rokok elektronik dalam Pertemuan internasional Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada tanggal 6 September 2014 yang merekomendasikan negara-negara anggotanya merumuskan kebijakan untuk pembatasan promosi rokok elektronik, perlunya upaya meminimalkan risiko kesehatan, melarang klaim kesehatan rokok elektronik. Disebutkan pula bahwa rokok elektronik tetap memberi ancaman kesehatan, dan bisa menjadi awal untuk menjadi perokok. Di berbagai negara di dunia, kategori penggolongan rokok elektronik berbeda-beda, ada negara yang menggolongkannya sebagai produk tembakau/rokok, obat, atau alat kesehatan sehingga bentuk regulasinya juga bervariasi sesuai dengan penggolongan rokok elektronik di negara bersangkutan. Tidak kurang dari 15 negara telah memberlakukan aturan yang ketat melarang penjualan dan pemasaran rokok elektronik antara lain Brazil, Singapura, Thailand, Uruguay dan Turki. Di Indonesia, hingga kini pemerintah masih membahas penyusunan regulasi yang tepat terkait rokok elektronik. Adapun rokok elektronik yang beredar saat ini merupakan produk impor dan menggunakan HS Code barang elektronik. Badan POM telah membuat kajian dan mendorong pihak terkait agar kebijakan/regulasi pelarangan rokok elektronik dapat segera ditetapkan dengan merujuk pada fakta-fakta di atas dan melihat perkembangan penggunaan rokok elektronik yang semakin marak. Sebagai negara dengan prevalensi perilaku merokok ke-tiga tertinggi di dunia, pengendalian dampak rokok bagi kesehatan perlu menjadi prioritas dalam pengaturan melalui instrumen regulasi dengan mempertimbangkan perspektif jangka panjang untuk kesehatan masyarakat yang meliputi bukan hanya kalangan perokok, tapi juga kalangan non perokok.

 

Contributor : dr. Wirya Sp.P